Sabtu, 14 September 2019

Di sudut Fikir


Di sudut Fikir


Seperti yang milyaran umat bilang, hidup ini pilihan. kita semua yang bernafas dan berakal adalah seorang pemilih. Tapi, kata sebagian orang lagi, segala yang terjadi dalam roda hidup kita sudah di gariskan dalam goresan takdir. ternyata sesederhana itu memusingkan isi kepala.
ucap tuhan, manusia adalah makhluk paling sempurna. anehnya si makhluk tuhan yang sering di sebut sempurna itu malah sering menuai rasa iri terhadap ciptaan tuhan lain. Katanya, lebih terhormat bila aku jadi malaikat, cukup beribadah pada Sang Kuasa tak perlu melawan godaan setan. lebih baik bila aku jadi nabi, sudah terjamin hidupku di surga. Atau lebih sederhana bila aku jadi hewan, tak perlu sengsara menjalani hidup dengan berbagai drama, sehabis aku mati langsung jadi debu tanpa merasakan perihnya di neraka atau indahnya di surga.
Lalu sebenarnya selain oksigen, apa yang membuat kita selalu bisa hidup sekalipun air di seluruh penjuru bumi mulai nyaris tak tersisa. Mungkin sang kyai akan menjawab “agama”, lalu sang pujangga akan menjawab “cinta”, dan sang pejabat akan menjawab “harta”.
Baik sang kyai, pujangga, atau pejabat semuanya benar, tidak ada yang salah karna ini bukan soal matematika. ku pikir semua jawaban mereka hanya perlu di ringkas dalam satu kata yang tak mungkin tertandingi, yang tak perlu di tafsir lagi maknanya. Kata itu adalah “ Tuhan “ . mungkin bagi para atheis mereka asing dengan kata itu. Tapi ya sudahlah, mungkin cahaya terang belum bertamu pada mereka.
Tuhan, yang pada zaman kini sering kita sebut dengan nama yang berbeda beda itu adalah satu. Tuhan juga telah memberi kita cara bagaimana kita bisa hidup sekalipun kenyataan meminta kita untuk mati. Akhirnya lahirlah sebuah kata lagi yang memberi satu titik menuju secercah cahaya terang, kata itu ialah “ agama “ .
Aku, sebagai seorang manusia yang lahir dengan ketidak tahuanku perihal hidup telah di takdirkan oleh Allah lahir dari rahim seorang muslimah yang lebih dari kata sempurna. dialah malaikatnya mailakat, dewinya dewi, bidadarinya bidadari. Allah telah memilihku menjadi salah satu yang Dia kehendaki untuk hidup dalam Islam. Di tuntun oleh Al Qur’an seumur aku hidup hingga detik ini. Segala firman Nya telah membuatku paham untuk apa aku hidup di bumi ini.
Akhirnya aku menemukan jawaban, bahwa sekalipun di dunia ini tak ada lagi air, atau seluruh planet, galaksi, dan meteor saling bertemu dalam guncang kehancuran lalu melebur jadi debu. Aku masih bisa hidup karna aku memiliki Allah.
jadi ternyata hidup ini begitu sederhana, asal kita lekatkan tuhan sedalam sanubari yang terdalam. karna, si pencipta masalah hidup adalah kita. dan sang pencipta semesta beserta keajaiban dan kemudahan adalah Tuhan.
maka sekalipun dilematika hidup tak kunjung terhenti, masalah datang sili berganti, kesedihan sedalam samudra, miskin harta miskin segala, seakan jiwa menjeritkan kata sudah dan sebiadab apapun semesta padamu, masih ada Tuhan. karna sejatinya kita hidup untuk mati, mati untuk kembali, kembali pada yang Maha Abadi.



sabtu, 14 september 2019
di sudut ruang komputer.