Di sudut Fikir
Seperti yang milyaran
umat bilang, hidup ini pilihan. kita semua yang bernafas dan berakal adalah
seorang pemilih. Tapi, kata sebagian orang lagi, segala yang terjadi dalam roda
hidup kita sudah di gariskan dalam goresan takdir. ternyata sesederhana itu memusingkan isi kepala.
ucap tuhan, manusia
adalah makhluk paling sempurna. anehnya si makhluk tuhan yang sering di sebut
sempurna itu malah sering menuai rasa iri terhadap ciptaan tuhan lain. Katanya,
lebih terhormat bila aku jadi malaikat, cukup beribadah pada Sang Kuasa tak perlu
melawan godaan setan. lebih baik bila aku jadi nabi, sudah terjamin hidupku di
surga. Atau lebih sederhana bila aku jadi hewan, tak perlu sengsara menjalani
hidup dengan berbagai drama, sehabis aku mati langsung jadi debu tanpa merasakan
perihnya di neraka atau indahnya di surga.
Lalu sebenarnya
selain oksigen, apa yang membuat kita selalu bisa hidup sekalipun air di
seluruh penjuru bumi mulai nyaris tak tersisa. Mungkin sang kyai akan menjawab “agama”,
lalu sang pujangga akan menjawab “cinta”, dan sang pejabat akan menjawab
“harta”.
Baik sang kyai,
pujangga, atau pejabat semuanya benar, tidak ada yang salah karna ini bukan
soal matematika. ku pikir semua jawaban mereka hanya perlu di ringkas dalam
satu kata yang tak mungkin tertandingi, yang tak perlu di tafsir lagi maknanya.
Kata itu adalah “ Tuhan “ . mungkin bagi para atheis mereka asing dengan kata
itu. Tapi ya sudahlah, mungkin cahaya terang belum bertamu pada mereka.
Tuhan, yang pada
zaman kini sering kita sebut dengan nama yang berbeda beda itu adalah satu. Tuhan
juga telah memberi kita cara bagaimana kita bisa hidup sekalipun kenyataan
meminta kita untuk mati. Akhirnya lahirlah sebuah kata lagi yang memberi satu
titik menuju secercah cahaya terang, kata itu ialah “ agama “ .
Aku, sebagai seorang
manusia yang lahir dengan ketidak tahuanku perihal hidup telah di takdirkan
oleh Allah lahir dari rahim seorang muslimah yang lebih dari kata sempurna. dialah malaikatnya mailakat, dewinya dewi, bidadarinya bidadari. Allah telah memilihku menjadi salah satu yang Dia kehendaki untuk hidup dalam
Islam. Di tuntun oleh Al Qur’an seumur aku hidup hingga detik ini. Segala
firman Nya telah membuatku paham untuk apa aku hidup di bumi ini.
Akhirnya aku
menemukan jawaban, bahwa sekalipun di dunia ini tak ada lagi air, atau seluruh
planet, galaksi, dan meteor saling bertemu dalam guncang kehancuran lalu melebur jadi debu. Aku masih bisa hidup
karna aku memiliki Allah.
jadi ternyata hidup ini begitu sederhana, asal kita lekatkan tuhan sedalam sanubari yang terdalam. karna, si pencipta masalah hidup adalah kita. dan sang pencipta semesta beserta keajaiban dan kemudahan adalah Tuhan.
maka sekalipun dilematika hidup tak kunjung terhenti, masalah datang sili berganti, kesedihan sedalam samudra, miskin harta miskin segala, seakan jiwa menjeritkan kata sudah dan sebiadab apapun semesta padamu, masih ada Tuhan. karna sejatinya kita hidup untuk mati, mati untuk kembali, kembali pada yang Maha Abadi.
sabtu, 14 september 2019
di sudut ruang komputer.